CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS

Rabu, 24 November 2010

Ada Hikmah di Balik Musibah


Jakarta - Satu bulan terakhir ini Ibu Pertiwi menangis. Seakan tidak rela dengan bencana yang bertubi-tubi menimpa pada negeri ini. Dari bencana tanah longsor di Bumi Papua (Wasior), kemudian secara bersamaan Pulau Mentawai terjadi gempa yang diikuti dengan Gelombang Tsunami, Gunung Merapi pun tidak mau kalah. Mengeluarkan erupsi sampai radius 10 km.

Semua itu merupakan fenomena alam yang apabila sudah sampai waktunya tidak ada daya dan kekuatan satu pun yang bisa menunda barang sedetik pun. Yang bisa dilakukan adalah menangkap sinyal-sinyal atau gelagat akan perubahan alam tersebut yang bakal menimbulkan bencana. Sebagaimana yang dilakukan oleh BMKG dan pihak-pihak terkait pada bencana Gunung Merapi.

Namun, sayangnya, walaupun sudah ada peringatan, masih saja ada segelintir orang yang mengacuhkan peringatan tersebut, yang pada gilirannya menjadi korban bencana secara sia-sia. Lain halnya dengan bencana Mentawai dan Wasior. Tanpa ada peringatan dini, tanpa ampun, mereka harus menjadi korban ganasnya Alam. Jerit tangis campur haru mewarnai suasana bencana ini dan kita yang menyaksikan lewat layar kaca hanya bisa pasrah campur haru.

Media elektronik maupun cetak mengabarkan dan menjadi headline berita. Bahkan, di dunia maya dan jejaring sosial pun sontak dan tidak kalah harunya memberikan respon keprihatinan akan musibah ini.

Negara merespons dengan membentuk sakorlak dan tanggap darurat bencana. Hal-hal ini sangat berdampak positif dan menunjukan kepedulian sesama anak bangsa yang senasib dan sepenanggungan atas musibah yang terjadi kepada mereka. Berbagi momen dan even kegiatan pun digelar, dalam rangka mencari dan mengumpulkan sumbangan berupa dana, pikiran, dan barang-barang yang dibutuhkan oleh para korban.

Walaupun masih ada keterbatasan, dalam pemerataannya karena kendala alam dan teknis, tapi yang jelas kepedulian itu masih ada di tengah-tengah kehidupan yang semakin hedonis ini. Memang kalau dilihat dari sisi jumlah barang kali bantuan-bantuan tersebut, tidak serta merta dapat mengembalikan apa-apa yang hilang sebelum adanya bencana. Namun, paling tidak sebagai bentuk rasa keprihatinan, kepedulian, itu masih ada.

Menyikapi bencana yang terjadi hendaknya harus bijak dan realistis. Tanpa harus melontarkan statemen mencari-cari alasan akan penyebab bencana tersebut. Yang ada tetap tabah, menerima, dan tegar akan musibah yang terjadi. Karena bisa-bisa jadi bencana ini merupakan: 1) Musibah, 2) Fitnah, 3) Ujian, dan 4) Azab.

Tidak ada satu orang pun yang bisa menvonis. Termasuk dari keempat kategori tersebut. Masing-masing bisa benar sesuai dengan sudut pandang mana melihatnya. Tapi, yang jelas, sebagaimana Sila pertama Pancasila, "Ketuhanan yang Maha Esa", sebagai umat yang percaya, yakin bahwa di 'Balik Musibah Pasti Ada Hikmah'.

Untuk itu agar tidak berlarut-larut dalam kesedihan tentunya filosofi itu perlu ditanamkan dalam hati. Seraya tetap tabah dan berusaha untuk bangkit bahwa sebagai makhluk ada keterbatasan yang harus diakui sehingga bisa berdampak positif. Yaitu lebih mendekatkan kepada Yang Kuasa. Pada gilirannya merasa ikhlash menerima musibah yang terjadi.

Semoga tulisan ini bisa menjadi sumbangsih, kepada para korban bencana negeri ini sehingga tidak larut dalam kesedihan dan bisa menerima kenyataan yang terjadi. Semoga.

Suwandi
Kompleks Palem Kartika No 21
Bambu Apus Cipayung Jakarta Timur
su_onedi@yahoo.com
02184590020

0 komentar: